Romantisasi Hunian Urban di Tanah Handayani

Mengurai sebuah atensi dari berkembangnya zaman, tingkat urbanisasi semakin tampak jelas dan mengerikan.

Bumi Handayani, Gunungkidul merupakan kabupaten paling luas di Daerah Istimewa Yogyakarta.  Berbagai julukan melekat, mengenai daerah tandus yang menyimpan banyak sekali misteri didalamnya.

Mengambil contoh dari media yang bisa diakses dengan begitu mudah, Gunungkidul mulai mengalami pemugaran yang kian menggeser benang merah. Ini akan persis sama dengan pepatah “Jowo neng ilang Jawane”. Berkedok dengan trend urbanisasi, munculah berbagai konsep hunian yang semakin diminati khususnya kawula muda.

Bahkan bisa dihitung jari, dalam kurun waktu lima tahun ini sudah banyak sekali pemugaran rumah tradisional khas setempat yang beralih konsep secara menyeluruh. Kesan kuno menjadi pegangan utama bagi kawula muda yang masih mempertahankan rumah asli dari mbah buyutnya.

Padahal hunian dengan sebutan Limasan atau Joglo memiliki makna yang mendalam. Peralihan ini justru menjadi sebuah kebanggan tersendiri bagi warga setempat. Pemikiran tentang mapan ketika memiliki rumah berkonsep modern ala industrial, minimalis atau trend yang bermunculan.

Urbanisasi dengan Sentuhan Romantisasi

Gaya hidup yang masuk dan berputar di masyarakat setempat meninggalkan efek yang cukup besar. Keinginan untuk mengubah apa yang sudah ada dan mengikuti arus sama besarnya. Tidak heran apabila kini urbanisasi pada bangunan makin terjadi dari waktu ke waktu.

Bukan lagi mengubah desain pada interior namun pada bentuk dan struktur bangunan. Semua bangunan di babat habis dengan alasan modernisasi yang lebih fungsional. Ini akan mengerikan apabila kesadaran mengenai filosofi dan akar budaya sampai hilang.

Hunian bukan hanya sekedar benda mati untuk bernaung. Lebih dari itu, konsep rumah Limasan dan Joglo memiliki makna yang mendalam. Romantisasi pada perubahan bangunan masa kini harus segera dijadikan sebuah kajian kebudayaan.

Limasan, Joglo dan Omah Kampung

Dahulu simbah bercerita bahwa jangan lupa mengisi kendi dan padasan dengan air setiap pagi. Lebih dari sebuah kebiasaan, semua ternyata memiliki pesan mendalam. Rumah-rumah masyarakat setempat Gunungkidul awalnya memiliki tiga bentuk yang khas yaitu: Limasan, Joglo dan Omah Kampung. Semua bentuk rumah memiliki teras memanjang yang dilengkapi dengan interior sederhana berupa bangku panjang.

Berkesinambungan dengan profesi sebagian besar masyarakat yang merupakan seorang petani, inilah gunanya kendi (tempat air yang berasal dari tanah liat) dan padasan (gentong dari tanah liat yang berisikan air untuk membasuh diri). Kearifan lokal ini melekat kuat, bukan hanya konsep rumah namun sampai pada interior. Mempersilahkan siapapun mampir untuk melepas dahaga dan membersihkan diri.

Tata krama atau unggah-ungguh sebelum pintu masuk rumah jawa ini saja sudah mendalam sekali. Sampai pada pintu, rumah Limasan, Joglo ataupun Omah Kampung memiliki masing-masing makna yang mendalam. Menurut dari cerita setempat, simbah buyut dahulu membangun rumah dengan tujuan bernaung dan saling melindungi.

Joglo yang hadir dengan empat cagak (tiang), rumah Limasan yang didirikan dengan 8 cagak dan Omah Kampung dengan struktur bangunan berbeda pula. Membedah lebih dalam, bangunan dari ketiga rumah khas tersebut menunjukan status sosial masyarakatnya. Seperti Joglo untuk masyarakat kelas atas, rumah Limasan bagi masyarakat menengah dan Omah Kampung bagi masyarakat menengah kebawah.

Ironi dari Memudarnya Identitas Handayani

Tren urbanisasi pada bangunan tradisional Gunungkidul sebuah ironi yang cukup menyayat hati. Bisa diperkirakan lebih dari 50% kawula muda memilih untuk membangun rumah baru daripada mempertahankan hunian dari warisan keluarga. Jika kesadaran tentang identitas hunian tradisional ini sampai menghilang kita tidak lagi memiliki warna alami.

Budaya dan modernisasi ini akan menggerus warisan leluhur. Handayani yang merupakan julukan dari Gunungkidul akan kehilangan makna yang berhubungan dengan tepat guna pada berbagai aspeknya. Lalu apakah peranan anak muda yang berjumlah segelintir ini akan dipertimbangkan?

Tidak ada yang tahu pasti jawabannya apabila belum mencobanya. Namun kita bisa bersuara dengan berbagai cara, banyak yang masih bisa diupayakan sebelum semua terlanjur menghilang. Warisan hunian dengan struktur asli harus dipelajari kembali dan diupayakan agar tetap lestari.

renjana ;

Komentar

Postingan Populer